Antara Ketidakyakinan dan Perasaan yang Tak Menentu

Ketidakyakinan dalam hati ibarat berdiri di tepi pantai saat senja, ketika ombak datang bergulung tanpa henti, menyapu jejak langkah yang kita buat di pasir. Begitu pun hati dan perasaan, sering kali mudah diombang-ambingkan oleh ketidakpastian. Ada saat ketika perasaan berkata "ikuti arus," namun logika memaksa untuk tetap bertahan di tempat. Bimbang tentang hati adalah pergulatan antara keinginan untuk berenang ke tengah samudra harapan atau tetap diam di pinggir, takut tenggelam dalam kenyataan.  

Ketika cinta, rasa nyaman, atau kebahagiaan hadir, hati sering kali menjadi seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan air yang indah, namun sulit digenggam. Perasaan itu ada, nyata, tetapi sering kali kita ragu untuk menyelaminya. Apakah perasaan ini akan membawa kita menuju kebahagiaan? Atau hanya ilusi yang akan hilang saat pagi menjelang? Kebimbangan ini, seperti kabut pagi di pegunungan, membuat pandangan tentang masa depan terlihat samar, tak jelas arah mana yang harus dituju.  

Lebih sulit lagi ketika kebimbangan hati menyeret kita ke dalam jurang ketidakkonsistenan. Hati yang semula yakin seperti pelita di tengah malam, bisa tiba-tiba meredup, tertiup oleh angin keraguan. Keputusan yang dibuat hari ini, terasa seperti ranting yang patah esok harinya. Ada keinginan untuk melangkah maju, namun kaki terasa berat, seperti akar pohon yang tertahan di dalam tanah. Akhirnya, kita hanya berputar-putar di tempat yang sama, mencari jalan yang sebenarnya sudah ada, tetapi tertutupi oleh keraguan dalam diri.  

Namun, kebimbangan ini bukanlah musuh; ia adalah seperti awan yang menutupi matahari sementara. Pada waktunya, angin keyakinan akan datang, mengusir awan, dan membiarkan cahaya terang masuk ke dalam hati. Ketika kita bimbang, itu adalah momen untuk berhenti, seperti danau tenang yang merefleksikan bayangan pegunungan di sekelilingnya. Dalam keheningan itu, kita dapat melihat diri kita sendiri dengan lebih jelas, memahami apa yang hati kita benar-benar inginkan.  

Kebimbangan tentang hati dan perasaan adalah bagian dari perjalanan yang penuh warna. Layaknya meniti jembatan gantung di atas jurang, dibutuhkan keberanian untuk melangkah, meskipun setiap langkah terasa goyah. Dari proses ini, kita belajar bahwa perasaan, seperti bunga yang tumbuh di musim semi, membutuhkan waktu dan perhatian untuk mekar dengan indah.  

Pada akhirnya, kebimbangan hati adalah tanda bahwa kita hidup dan merasakan. 

Dari sana, kita diajarkan untuk menerima bahwa perasaan manusia bukanlah garis lurus, melainkan alur sungai yang berliku, yang kadang tenang dan kadang deras. Yang terpenting adalah keberanian untuk terus melangkah, memercayai bahwa di ujung aliran, ada lautan luas yang menanti. 

Sebab, hati yang bimbang hanya membutuhkan arah, dan arah itu akan datang pada mereka yang berani mendengarkan bisikan hatinya dengan tulus.  

Komentar

Postingan Populer