Siapa yang benar benar siap akan kehilangan?

Manusia kerap berusaha meyakinkan dirinya bahwa kehilangan adalah bagian dari kehidupan, sesuatu yang tak terelakkan, sesuatu yang bisa dipersiapkan. Mereka berpikir bahwa dengan cukup waktu, cukup kesadaran dan cukup pemahaman, mereka akan siap ketika sesuatu atau seseorang yang mereka cintai akhirnya pergi. Namun kenyataan selalu berkata sebaliknya, tidak ada manusia yang benar-benar siap menghadapi kehilangan, sebab kehilangan bukan hanya tentang sesuatu yang hilang, tetapi juga tentang bagian dari diri yang ikut pergi bersamanya.

Siapa yang benar-benar siap akan kehilangan? Tidak ada. Kehilangan selalu datang tiba-tiba, meski sudah lama diprediksi. Ia muncul seperti badai di langit cerah, membuyarkan harapan, menghancurkan rencana dan menyisakan puing-puing kenangan yang tak bisa disatukan kembali. Mungkin seseorang telah lama sakit dan kita mengira diri ini siap untuk saat akhirnya tiba. Mungkin hubungan telah lama retak dan kita pikir perpisahan tak lagi menyakitkan. Namun ketika kehilangan benar-benar terjadi, nyatanya tidak ada satu pun persiapan yang cukup untuk meredakan perihnya.

Ketidaksiapan itu bukan hanya tentang duka yang datang, tetapi tentang kenyataan bahwa kehilangan mengubah dunia yang kita kenal. Kehilangan adalah ruang kosong yang tidak bisa diisi dengan hal lain. Ia adalah kursi kosong di meja makan, suara yang tak lagi terdengar di ujung telepon, rutinitas yang tiba-tiba terhenti. Ia menjelma dalam kebiasaan-kebiasaan kecil yang tak pernah kita sadari begitu berarti sampai semuanya berubah menjadi kenangan.

Manusia berpikir waktu adalah obat, bahwa perlahan luka akan sembuh dan hidup akan kembali seperti sedia kala. Tapi waktu hanya mengajarkan kita cara hidup dengan kehilangan, bukan cara untuk benar-benar pulih darinya. Luka kehilangan tidak selalu berdarah, tetapi ia menetap. Ia mungkin tak lagi terasa setiap saat, namun akan ada hari-hari tertentu ketika kehadirannya kembali menyesakkan. Ada momen yang tiba-tiba mengingatkan pada seseorang yang telah pergi. Ada ruangan yang membawa kembali bayangan tentang masa lalu. Ada jalan yang terasa sepi karena seseorang yang dulu selalu berjalan di samping kita kini tak lagi ada.

Pada akhirnya, manusia hanya bisa belajar menerima, bukan benar-benar siap. Kita belajar hidup dengan ruang kosong yang ditinggalkan, dengan rindu yang tak bisa diungkapkan, dengan harapan yang tak lagi bisa diwujudkan. Kita terus berjalan, meski kadang tersandung kenangan, meski kadang harus berhenti sejenak untuk menghela napas panjang. Sebab begitulah hidup, ia terus bergerak maju meski hati kita masih tertinggal di masa lalu.


Ducunt Volentem fata, Nolentem trahunt

Komentar

Postingan Populer